Pemilihan Hewan Coba untuk Uji Penelitian Obat

Balerumah.com – Dalam penelitian, untuk mendapatkan hasil yang baik, maka semua aspek dalam protokol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam pemilihan hewan percobaan. Penting bagi peneliti untuk memastikan bahwa penggunaan hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang bisa menggantikannya.

Foto: Pixabay
Rustiawan memaparkan beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain:
1. keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi,
2. variabel penelitian lebih mudah dikontrol,
3. masa hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi,
4. cara pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi penelitian yang dilakukan,
5. biaya relatif murah,
6. dapat dilakoni pada penelitian yang berisiko tinggi,
7. memperoleh informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan,
8. memperoleh hasil data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan
9. bisa digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas

Berdasarkan tujuan penggunaan hewan uji, maka hewan uji dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Exploratory (penyelidikan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami mekanisme biologis, apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.

2. Explanatory (penjelasan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami lebih banyak masalah biologis yang kompleks.

3. Predictive (perkiraan) Hewan Uji ini digunakan untuk menentukan dan mengukur akibat dari perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.

Agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik, secara efektif dan efisien maka didalam memilih hewan percobaan penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor berikut:

a. Apakah percobaan pada hewan tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolik dan prilaku serta proses penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau hewan lain dimana hasil penelitian tersebut akan digunakan

b. Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut cocok dengan rencana penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya cara penanganan, lama hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup dsb.). hal ini sangat berguna alam pelaksanaan penelitian atau percobaan dengan hewan

c. Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut telah memberikan hasil yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk hewan yang paling sering digunakan untuk penelitian yang sejenis.

d. Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan dalam penelitian itu mencukupi pada hewan tersebut dan dapat diambil dengan prosedur yang memungkinkan.

e. Apakah hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar yang tinggi baik secara genetik maupun mikrobiologi.

Respon yang digunakan oleh suatu senyawa sering bervariasi karena jenis yang berbeda dan hewan yang sama. Oleh karena itu hewan uji yang akan digunakan dipilih berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan, Kondisi kesehatan dan keturunan. Hewan uji yang digunakan harus selalu berada dalam kondisi dan tingkat kesehatan yang baik, dalam hal ini hewan uji yang digunakan dikatakan sehat bila pada periode pengamatan bobot badannya bertambah tetap atau berkurang tidak lebih dari 10% serta tidak ada kelainan dalam tingkah laku dan harus diamati satu minggu dalam laboratorium atau pusat pemeliharaan hewan sebelum ujinya berlangsung.

Selain kriteria yang disebutkan diatas maka hewan uji sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified pathogen free (SPF) dan gnotobiotic. Selain itu hewan sebaiknya menggunakan hewan yang mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.

Dalam penelitian yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan refinement Replacement adalah banyaknya hewan percobaan yang perlu digunakan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari penelitian sejenis yang sebelumnya, maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relative (sebisa mungkin mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong atau hewan dari ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program komputer).

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian seminimal mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimal yang biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus ini adalah semakin sedikit kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih.

Refinement yaitu memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.

Di dalam penelitian, ada beberapa hewan uji yang sering digunakan, yakni tikus, kelinci, dan primata. Permasalahannya adalah tidak sembarang hewan uji bisa digunakan untuk penelitian. Hewan hewan uji tersebut harus memenuhi beberapa kriteria sehingga hewan uji dapat dikatakan sesuai untuk fungsi atau penyakit yang di jadikan obyek penelitian kita. Berikut beberapa spesies hewan uji beserta

Body Condition Scoring (BCS)

Komite Penanganan Hewan Universitas McGill (UACC) merekomendasikan penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat badan saja tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan hewan yang kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor, akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal (misalnya kehamilan).

Selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3 (BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan.

Apabila nilai BCS yang kurang dari 2 biasanya akan dianggap sebagai titik akhir klinis. Endpoint klinis lain juga dapat dilaporkan seperti penurunan perilaku eksplorasi, keengganan untuk bergerak (penurunan penggerak / mobilitas), postur membungkuk, piloereksi (rambut berdiri), dehidrasi sedang hingga berat (mata cekung, lesu), nyeri tak henti-hentinya (misalnya distress vokalisasi).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel